salam


Kamis, 17 November 2011

MASALAH-MASALAH YANG DIHADAPI OLEH GOLONGAN-GOLONGAN DAN IBU KOTA KERAJAAN ABASIAYAH DI ZAMAN ABASIYAH PERTAMA

BAB I
PENDAHULUAN
Kekusaan dinasti Bani Abasiayah sebagaimana disebutkan melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayah. Dinamakan dinasti Abasiah karena para pendiri dan penguasa adalah keturunan Al-Abas paman Nabi Muhammad S.A.W. dinasri Anasiyah didirikan oleh Abdullah Al saffah bin Muhammad ibn Abdillah ibn al-Abas. Yang mana pada waktu itu kekuasaan kahalifah bani Abbasiyah mengalami puncak kemakmuran dari pada Bani Umayah.
Disni pemaklah akan memaparkan lebih lanjut mengenai apa yang akan kami dibahas dibawah ini tentang segelumit Dinasti Abasiyah serta keturunanya, yang mengalami puncak-puncaknya langsung saja pemakalah akan memualai lebih awal dengan bacaab Basmalah, agar makalah ini dengan mudah difahami dan ilmunya bermanfaan Amin.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Masalah-masalah Besar Yang Dihadapi Golongan Abbasiyah Dizaman Itu
Golongan Abbasiyah menghadapi banyak kesulitan dan pernah tergugat karena banyak nyawa dan jiwa orang-orang yang tidak berdosa menjadi korban dalam usaha mendirikan kerajaan mereka. Tetapi walaupun demikian tidak berarti tamatnya perjuangan mereka, juga tidak menghapus kesulitan dan kerumitan yang mereka hadapi. Bahkan perjuanganpun terus brjalan dengan kekuasaan dan keganasan seperti sebelumnya guna memelihara kerajaan mereka dan melindungi kepentingan-kepentinganya. Masalah-masalah itu termasuk menumpas gerakan goloang golongan Alawiyah yang bangkit menentang golongan Abasiyah dari waktu ke waktu, begitu juga gerakan memadamkan api pemberontakan-pemberontakan yang mletus di kalangan orang-orang keturunan parsi yang pada awal mulanya membantu usaha untuk mendirikan kerajaan Abasiyah kemudian berpaling dan membuat kekacauaan. Pernah disebutkan bahwa kekuatan bukan selamanya merupakan jalan yang digunakan oleh para khalifah untuk menentang pemberontakan pemberontakan itu, bhkan para khalifah kerap menggunakan senjata lain, yaitu senjata komplotan bawah tanah. Sikap para Khalifah Abbasiyah ini telah diterangkan oleh Ibnu Taba-tiba katanya: Kerajaan Abasiyah adalah suatu kerajaan yang mempunyai tokoh-tokoh penipu dan pintar memutar balikkan fakta. Unsur tipu daya dan memperdayakan adalah lebih banyak dari pada unsure kekuatan atau kekerasan.[1]
Disna terdapat suatu hakiki yang patut di tonjolkan yaitu pemberontakan demi pemberontakan dan kekacauaan yang meletus di zaman pemeritahan Abbasiyah itu telah menyebabkan para khalifah Abasiyah merasa bahwa kerajaan mereka senantiasa terancam, dan sebagai langkah untuk memelihara kesetabilannya mereka mengambil tindakan membunuh, yang kadang-kadang hanya karena curuga semata-mata. Demikian muncul gerakan anti kerajaan, misalnya saja peristiwa-peristiwa di zaman Abasiyah seperti:
1. GOLONGAN ALAWIYAH
Seperti telah dikatakan golongan Alawiyah telah berjuang sangat sangat lama dan banyak mengalami kesukaran, tetapi dalam sekejap mata perjuangan mereka berhasil terlepas dari tangan orang lain, walaupun dibayar dengan darah dan nyawa.karena itulah mereka bangkit dengan semangat dan menggoncangkan istana pemerintahan Abasiyah serta mencoba untuk meruntuhkannya. Dan golongan alawiyah terus melakukan pemberontakan dan perlawanan, sementara golongan Abasiyah meggunakan seluruh tenaga untuk menindas dan menekan. Sehingga ahli-ahli sejarah menyebut bahwa penderitaan golongan Alawiyaha akibat kekejamaan yang dilakukan oleh golongan Abasiyah lebih dari pada penderitaan sewaktu pemerintahan bani umayah.
2. GOLONGAN KHAWARIJ
Golongan khawarij mulai muncul di zaman pemerintahan Abasiyah yang pertama, setelah mereka mengalami keganasan dan kekejaman golongan bani Umaiyah. Golongan khawarij dikenal sebagai puak yang berani mati dan tidak gentar kepada pertumpahan darah.
Dizaman khalifah Abu ja’far Al-Mansur, negeri-negeri di Afrika Utara merupakan gelagang bagi gerakan-gerakan khawarij. Abu hatim seorang pemimpin golongan khawarij dan pengikutnya telah mengepung kota Qairawan sehingga keadaan penduduknya semakin sulit, perbendaharaan Negara tidak punyak uang lagi untuk dibelanjakan dan rakyat semakin kurang mendapat bahan makanan. Dan pengepungan itu berjalan selama 8 bulan dan rakyat pun semakin miskin dan tertindas.
Dizaman pemerintahan khalifah Harun ar rasyid kaum khawarij melancarkan suatu pemberontakan yang hebat di bawah pimpinan seorang lelakiyang dikenal gagah berani, dan telah berhasil mengembalikan kembali zamzn kegemilangan khawarij, sebagai mana keadaannya semasa pemerintahan bani Umayah. Lelaki itu ia Al-Walid.
Al-walid bangkit memberontak di Jazirah pada tahun 178 H. kekuatannya semakin bertambah, pengikutnya semakin banyak dan telah berhasil beberapa pasukan tentara kerajaan.
3. GOLONGAN ZINDIQ
Pada mulanya perkataan zindiq itu sebutan untuk penganut ajaran mani atau Tsanwi, yaitu penyembah-penyembah cahaya terang dan gelap. Kemudian pengertiannya menjadi lebih luas dan meliputi setiap mulhid atau pembuat bid’ah. Kemudian berubah lagi menjadi sebutan untuk pihak yang madzabnya bertentangan dengan madhab Ahlus-Sunah, dan kadang-kadang menjadi sebutan untuk penyair dan pnulis yang menghayati kehidupan berhibur-hibur dan berfoya-foya dengan meminum khamar, dan ahklak yang rendah.
Gerakan zindiq ini menjadi pusat perhatian golongan Abasiyah yang tersebar luas dikalangan rakyat, sebagaiman yang diingatkan oleh Khalifah al-Mahdi kepada anaknya al-Hadi: ingatlah wahai anak ku, apabila engkau menjadi khalifah kelak, lenyapkan lah kelompok mani, ia mengajarkan kepada manusia apa yang di pandang baik dari luar saja.
Golongan zindik telah muncul sebelum kedatangan agama Islam. Ia bukan juga dengan semua agama serta nilai-nilai dan norma-norma akhlak yang sehat. Kelompok yang paling terkenal dipelopori oleh mazdak yang muncul di zaman qabaz bin fairuz bapak dari anu syirwan maharaja parsi.
Golongan zindik itu berpegang teguh dengan apa yang dianutnya. Dengan pikiran mreka yang menjadi aqidah dan agama mereka. Karena itulah mereka langsung mengakui bila ada pertanyaan apakah mereka golongan zindiq, walaupun pengakuan itu membawa kebinasaan.
B. Ibukota Kerajaan Abbasiyah di Zaman Abbasiyah Pertama
Pada zaman Abasiyah pertama terdapat dua ibukota yang paling terkemuka yaitu kota Bagdad dan kota Samarra di samping kota-kota lain yang dijadikan oleh golongan Abbasiyah itu sebagai pusat pemerintahan mereka sebelum kota Bagdad di bangun di bawah ini beberapa kota tersebut:
a. Kufah
Kufah ialah ibukota pertama bagi kerajaan Abbasiyah. Seperti yang telah dibicarakan, pengumuman mendirikan kerajaan Abbasiyah yang telah dibuat oleh kufah, tetapi Abbasiayh menyadari bahwa kufah dan kebanyakan penduduknya adalah pendukung-pendukung ali dan keturunannya. Oleh karena itu tentu tidak sesuai bagi golongan Abbasiyah bila ibukota kerajaannya penduduknya tidak taat dan setia dan tidak jujur kepada mereka. Sebab itu dengan segera mereka meninggalkan kota kuffah dan beralih kekota hirah.
Kota Hirah bukan merupakan kota tempat dimana golongan Abasiyah itu bias menetap. Mereka pindah ke sana karena dorongan untuk segera meninggalkan kota Kufah. Ini berarti kota Hirah hanya merupakan pusat Sementara bagi kerajaan Abasiyah. Sementara mereka memikirkan sebuah ibukota yang tetap untuk abasiyah. Di kota Hirah itulah mereka mengambil keputusan untuk menjadikan kota Anbar(Hasimiyah) sebagai ibukota pemerintahan mereka.
b. Anbar(Hasyimiyah)
Kota Anbar terletak sepuluh farsakh dar tempat di mana di bangun kota Bagdad kemudianya. Kota Anbar telah dibangun oleh seorang raja Parsi, kemudian diperbaharui oleh assafah dan dinamakan Hasimiyah.
Hasyimiyah itulah golongan Rawandiyah bangkit memberontak melawan khalifah al-mansur, dari pemberontakan itu dinamakan hari Hasimiyah, dan khalifah al-mansur merasa kedudukanya tidak terjamin dan terus bersikap pesimis setelah mendapati dirinya hamper dibunuh. Karena itu beliau mengambil keputusan membangun sebuah kota barunyang dapat member perlindungan dan sesuai untuk dijadikan ibu kota kerajaan besar. Demikianlah lahirlah gagasan pembangunan kota Bagdad yang bergelar ratu Timut.[2]
c. Kota Bagdad
Pada mulanya ibu Kota Negara adalah Al-Hasyimiyah dekat dengan kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas Negara yang baru berdiri itu Al-Mansur memindahkan ibu kota Negara ke kota yang baru dibangunya. Bagdad dekat bekas ibu kota Persia pada tahun 762 M.
Bagdad terletak di pinggiran kota Tigris. Al-Mansur sangat cermat dan teliti dalam memilih lokasi yang akan dijadikan Ibu Kota. Ia menugaskan beberapa orang ahli untuk meneliti dan mempelajari lokasi di mana akan dibangunnya kerajaanya. Dan Sejak awal berdirinya kota Bagdad, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam islam. [3]
Di samping itu Bagdad juga merupakan tempat yang paling dekat di antara kedua Sungai Daljah dan Furat, dan mudah dibuat perhubungan diantara kawasan-kawasan yang terletak di tebing sungai Furat dan yang berdekatan dengannya. Musuh tidak dapat mencapainya, kecuali melalui jembatan. Selain itu Bagdad terlatak di antara negeri-negeri Arab dan negeri-negeri bukan Arab.
Kota itu berbentuk bulat dan ditengah-tengahnya terletak istana Khalifah yang bernama Istana Emas dan sebuah masjid yaitu Jami’Al-Mansur. Disekitar bangunan tersebut terdapat rumah-rumah untuk pengawal dan rumah-rumah untuk polisi Abasiyah. Tujuan khalifah Al-Mansur membangun kota bagdad agar tidak seorang pun tinggal berdekatan denganya kecuali yang sudah ditetap kan seperti diatas.
Setelah membangun kota bagdad, digali pula terusan yang membelah negeri Iraq untuk pelayaran dan airnya bersumber dari sungai Furat. Dengan demikian kota Bagdad seterusnya mempunyai hubungan melalui sungai dengan Asia kecil dan syiria. Belum lama di bangun kota bagdad menjadi sebuah kota yang makmur, maju, dan kaya dengan ilmu pengetahuan serta kebaikannya yang , mampu menyita perhatian seluruh kaum muslimin dan terkenal diseluruh dunia. [4]
Dan dalam dua puluh tahun, Bagdad menjadi kota terbesar didunia dan kota terbesar yang pernah ada. Itulah kota pertama yang jumlah penduduknya melampau satu juta. Bagdad menyebar keseluruh dunia dan menjadi kota terkemuka dizaman itu, Dan Bagdad telah menjadi kota tersibuk.
Bahkan kota Bagdad terkenal dengan legendanya Seribu satu malam yang mengisahkan Aladin dan lampu ajaibnya, dan disitulah Bagdad banyak dikagumi oleh umat manusia, yang para khalifahnya memerintah melalui perantara, dan mereka mengisolasi diri dari realitas sehari-hari dengan ritual istna rumit yang dipinjam dari tradisi Binzatium, lalu Islam menaklukkan semua wilayah binzatium dan menjadikanya negara islam.[5]
d. Kota Karkh
Karkh dianggap satu dari pada kawasan-kawasan lanjutan kota Bagdad. Diriwayatkan bahwa pada suatu hari seorang utusan Raja Roma datang mengunjungi Khalifah Ja’far Al-mansur dantelah dibawah oleh pengawal pribadi khalifah yaitu ar-Rabi’i Yunus, mengelilingi kota Bagdad. Sesudah utusan itu selesai melihat-lihat, khalifah Al-mansur menayakan pendapat tentang kota tersebut. Utusan itu menjawabnya: sesungguhnya hamba melihat bangunan baik dan indah,tetapi hamba lihat campur gaul dengan masyarakat ramai. setelah utusan itu pulang, khalifah Al-mansur memerintah supaya pusat-pusatperniagaan dikeluarkan dari kota Bagdad dan dibangun kota Karkh untuk menampungnya.
Pusat-pusat perniagaan yang dipindahkan kekota Karkh itu ada dikhaskan untun peniaga-peniaga minyak wangi, tukang-tukang besi dan peniaga lainnya.dan kemudaan khalifah al-mansur memerintah untuk membangun masjid di kota itu untuk para saudagar-saudagar yang akan menunaikan salat fardu Jum’at dan tidak perlu lagi masuk kot Bagdad.
e. Kota Rusafah
Kota Rusafah terletak sebelah Timur kota Bagdad. Kota Rusafah dibangun oleh Khalifah al-mansur untuk diduduki oleh anaknya al-mahdi bersama-sama dengan pasukan tentaranya. Tujuannya ialah memudahkan untuk mendapatkan bantuan, jika terjadi sesuatu kekacauaan dari pihak tentara kota Bagdad. Pembangunan kota itu di buat ats nasihat salah satu seorang dari kerabat khalifah.
Kota Rusafah kemudian dijadikan tempat pilihan untuk pemakaman khalifah-khalifah Abasiyah. Dizaman Abasiyah kota Rusafah merupakan suatu tempat yang selamat dan aman bagi orang-orang yang mencari perlindungan.
f. Kota Samarraa’
Terletak di timur sungai Dajlah sejauh seratus kilometer di selatan kota Bagdad. Sebenarnya ia adalah kota yang lama dan telah diperbaharui oleh golongan Abbasiyah, khususnya oleh khalifah harun ar-Rosid, yang telah menggali kesebuah sungai yang berdekatan denganya dinamakan Taqul. Kemudian khalifah al-ma’tashim juga telah membangun sebuah istana di situ yang di hadiahkan kepada asyinas.
Kota samarra’ adalah mahligai khalifah al-Mutawakkil yang diberi nama mahligai al-Arus yang menelan belanja sebanyak sejuta dirham. Dan begitu juga dibangun mahligai al-walid yang menelan belanja sebanyak sjuta dirham.
Pemerintahan di kota samarra’ yang diperintah oleh al-Mu’tashim sampai akhir pemerintahan zaman khalifah al-Mutawakil kota samarra’ terus bertambah besar, makmur dan aman. Ketika khalifah al-mu’tashim berkuasa saat pengaruh orang-orang keturunan turkian bertambah kuat dan bertindak mencampuri urusan pemerintahan membuat pelantikan dan melucutkan jabatan dan keudukan kerajaan Abasiyah menjadi semakin memburuk.maka kota samarra’ di pindah lagi oleh khalifah al-Mu’tadhid kekota bagdad sehingga kota samarra’ tidak lagi mempunyai daya tarik serta hilang keindahan dan kemakmurannya.[6]


[1][1] Syalabi, Ahmad. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: PT.Al husna. 1997. Hal.157.
[2] Syalabi, Ahmad. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: PT.Al husna. 1997. Hal
[3] Samsul Munir Amin. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Azmah. 2009. Hal.147
[4] Syalabi, Ahmad. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: PT.Al husna. 1997. Hal.178.
[5] Tamim Ansary. Dari Puncak Bagdad (Sejarah Dunia Versi Islam). Jakarta: Zaman. 2010.hal.159-160.
[6] Syalabi, Ahmad. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: PT.Al husna. 1997. Hal 180-182.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar