salam


Kamis, 24 Januari 2013

FATIMAH BINTI MAIMUN



PENDAHULUAN
Hubungan antara Timur Tengah dengan Asia Tenggara sudah lama terjalin sebelum Islam masuk pada awal abad ke-7 M. Hubungan itu dalam bentuk perdagangan yang ramai antara keduanya melalui pelayaran laut. (Tim Peneliti dan Penyusun Sejarah Sunan Drajat, 1998 : 9). Bangsa-bangsa Timur Tengah juga telah mengadakan hubungan perdagangan ke Asia Timur hingga ke Cina, dan sudah bermukim di Kanton pada awal abad ke-4 M, berarti jauh sebelum lahirnya Islam. Orang-orang Timur Tengah juga sudah bermukim di pantai Barat Sumatra pada tahun 674 M.
Dalam jalur perdagangan antara Arab dengan Cina tentunya melalui perairan Nusantara yang telah ramai perdagangannya. Misalnya Aceh yang telah mengekspor komoditi antara lain candu, lada, emas, gajah dan gadingnya, minyak, kayu gaharu, dan lain-lain. (B. Schrieke, 1957 : 248). Dengan demikian hubungan antara Arab dengan Asia Tenggara telah terjalin lama. Barang dagangan dari wilayah ini bukan hanya sampai ke Timur Tengah saja, tetapi diteruskan ke Eropa lewat laut Tengah. Orang-orang Eropa membutuhkan rempah-rempah dari wilayah Nusantara untuk kepentingan kehidupan mereka, terutama sebagai penghangat tubuh, karena mereka bertempat tinggal di belahan dunia yang memiliki suhu udara dingin.
Selain hubungan dagang, hubungan budaya juga terjalin antara Timur Tengah dengan Asia Tenggara, misalnya dalam bidang tulisan dan bahasa, politik, sosial, ekonomi, seni, arsitektur, dan agama.
Dibidang tulisan dan bahasa Arab nampak sekali pada nisan-nisan di makam orang islam, bahkan gaya tulisannya sudah mengandung gaya yang tinggi, seperti gaya kufi, sebagaimana yang terpahat pada batu nisan Siti fatimah binti Maimun berangka tahun 475 H atau 1082 M.
Disini pemakalah akan sedikit menyinggung bagaimana kisah atau sejarah dari fatimah Binti Maimun beserta peninggalan dan Makam beliau

PEMBAHASAN
A.    Fatimah Binti Maimun
Fatimah binti Maimun bin Hibatullah adalah seorang perempuan beragama Islam yang wafat pada hari Jumat, 7 Rajab 475 Hijriyah (2 Desember 1082 M). Batu nisannya ditulis dalam bahasa Arab dengan huruf kaligrafi bergaya Kufi, serta merupakan nisan kubur Islam tertua yang ditemukan di Nusantara. Makam tersebut berlokasi di desa Leran, Kecamatan Manyar, sekitar 5 km arah utara kota Gresik, Jawa Timur.
Temuan batu nisan tersebut merupakan salah satu data arkeologis yang berkenaan dengan keberadaan komunitas Muslim pertama di kawasan pantai utara Jawa Timur. Gaya Kufi tersebut menunjukkan di antara pendatang di kawasan pantai tersebut, terdapat orang-orang yang berasal dari Timur Tengah dan bahwa mereka juga merupakan pedagang, sebab nisan kubur dengan gaya Kufi serupa juga ditemukan di Phanrang, Champa selatan. Hubungan perdagangan Champa-Jawa Timur tersebut adalah bagian dari jalur perdagangan komunitas Muslim pantai pada abad ke-11 yang membentang di bagian selatan Cina, India, dan Timur Tengah.
B.     Sejarah
Fatimah adalah seorang putri cantik jelita anak seorang raja yang berasal dari negeri Kedah (Malaysia), masih keponakan Maulana Malik Ibrahim. kedatangan Fatimah ke Pulau Jawa ini atas permintaan Maulana Malik Ibrahim dalam rangka strategi penyebaran Islam di Jawa Timur. Yaitu akan dinikahkan dengan Raja Majapahit (Hayam Wuruk/Brawijaya III) yang beragama Hindu supaya bisa di Islamkan.
Kedatangan Fatimah disertai beberapa orang pengikutnya dengan naik tiga buah perahu. Saat hendak mendarat salah satu perahu yang berisi perabotan rumah tangga tenggelam. Lokasi pendaratan rombongan mereka ini dinamakan Leran dalam bahasa Jawa berarti Leren (berhenti). Dan sekarang menjadi nama desa tempat dimakamkannya rombongan ini.
Rencana mengkawinkan Fatimah Binti Maimun Bin Hibatullah dengan raja kerajaan Majapahit ini gagal. Sebab pernikahan tersebut tidak direstui oleh ayahnya karena ia tak mau putrinya dikawinkan dengan orang yang beragama Hindu (non Islam). Sehingga beliau beliau berdo’a kepada Allah agar anaknya meninggal supaya pernikahan tersebut tidak jadi dilaksanakan.
Mungkin karena niatan Fatimah Binti Maimun Bin Hibatullah ini ikhlas semata-mata ingin membantu pamannya dalam mengembangkan syiar Islam yang ada pulau Jawa, maka meninggalnya dikategorikan sebagai Syahid di jalan Allah SWT. Bahkan hal ini tersurat dalam tulisan yang ada di batu nisan makamnya.
Siti Fatimah Binti Maimun juga salah seorang tokoh yang menyiarkan agama Islam di Jawa. Beliau berasal dari Kedah. Komplek makam Siti Fatimah Binti Maimun termasuk situs yang disebut dengan Pasucinan. Makam ini terletak di Desa Leran, Kec. Manyar, kab. Gresik. Makam ini merupakan makam tertua, di komplek makam ini terdapat Batu Nisan Leran.
Makam Siti fatimah Binti Maimun berada dalam sebuah cungkup berbentuk empat persegi panjang dengan atap berbentuk limasan yang mengerucut. Cungkup ini merupakan bangunan utama dan terbesar. Di dalam cungkup tersebut, selain terdapat makam Siti Fatimah Binti Maimun, dimakamkan juga empat orang dayangnya, yaitu Nyai Seruni, Putri Keling, Putri Kucing, dan Putri Kamboja.
Bukti tertua kehadiran huruf Arab pada fase awal Islam di Nusantara ditemukan di sebuah makam di desa Leran, 8 Km utara kota Gersik Jawa Timur. Huruf itu terdapat pada Nisan Fatimah binti Maimun bin Hibatullah. Dia wafat pada hari Jumat 12 Rabiulawal 475 Hijriyah  / 1082 Masehi. Penanggalan itu menunjukkan nisan dipusara anak perempuan Maimun ini merupakan bukti tertua penggunaan tulisan Arab di Asia Tenggara. Demikian di tuliskan pada buku panduan pameran Budaya Islam di Aula Institut Agama Islam Negeri (IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta), pada tanggal 11-17 September 1995.
Inskripsi nisan Fatimah terdiri atas tujuh baris, di tulis dengan huruf Arab dengan gaya Kufi, salah satu ragam kaligrafi, dengan tata bahasa Arab yang baik. Nisan ini juga memuat ayat Al-Qur’an, antara lain surat Al-Rahman ayat 28-27 dan surat Ali Imron ayat 185. Bersama nisan Maulana Malik Ibrahim, yang wafat pada 12 Rabiulawal 822 H / 8 April 1419 M, juga dimakamkan di Gresik, mengukuhkan pendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara melalui Persia dan Gujarat. Ada juga sarjana yang mengatakan batu nisan tersebut mirip kuil tembok Hindu di Gujarat.
Prof. DR. PA. Hoesien Djajadiningrat menyatakan, “Bukti agama Islam masuk ke Nusantara dari Iran (persia), ialah ejaan dalam tulisan Arab, baris di atas, di bawah, dan di depan disebut jabar, Jer dan Pes. Ini adalah bahasa Iran. Kalau menurut bahasa Arab, ejaannya adalah Fathah, Kasrah dan Dhammah. Begitu pula huruf Sin yang tidak bergigi, sedangkan huruf Sin dalam bahasa arab adalah  bergigi, ini adalah salah satu bukti yang terang.”
Cendikiawan Muslim Oemar Amin Hoesin, berpendapat, di Persia itu ada satu suku namanya “Leren”, suku inilah yang mungkin dahulu datang ke tanah Jawa, sebab di Giri ada kampung Leren juga namanya. Begitu pula, ada suku Jawi di Persia. Suku inilah yang mengajarkan huruf Arab yang terkenal di Jawa dengan huruf Pegon.
Dalam hal ini, Moh. Hari Soewarno mencatat, Leran sebenarnya nama suku di Iran. mungkin Fatimah berasal dari Parsi, sebab data itu bisa dibandingkan dengan data lain di Iran sendiri. Di sanapun terdapat desa yang namanya Jawi, sehingga dapat di tarik kesimpulan, pada abad ke ke 11 itu sudah ada lalu lintas dagang antara negeri kita dengan negeri Parsi. Peristiwa itu pasti terjadi berulang-ulang serta di mengerti banyak orang, baik di Jawa maupun di Iran.
Menurutnya, orang Parsi, yang datang ke Jawa merasa kerasan, lalu menetap. Sebaliknya orang Jawa yang merasa senang di Iran lalu menetap di sana dan menamai desanya Jawi – untuk  menunjukkan perkampungan orang Jawa disana..
Jadi, dapat disimpulkan, Fatimah binti Maimun adalah orang Parsi yang menetap di Jawa (tepatnya di Gresik), lalu perkampungannya disana hingga sekarang terkenal sebagai desa Leran. Lebih jauh diketahui, di Kediri pada Abad ke 11 sudah banyak orang membuat rumah indah dengan genting warna-warni, kuning dan hijau. Gaya rumah demikian banyak kita jumpai di Parsi.[1]
Yang unik dari 13 makam tersebut, adalah panjangnya yang melebihi ukuran normal tubuh manusia. Makam Sayid Kharim, Sayid Dja'far, dan Sayid Syarif misalnya, panjangnya mencapai sembilan meter dengan lebar dua meter.
Sedangkan, makam Raden Ahmad dan Raden Said, masing-masing mempunyai panjang enam meter dengan lebar 1,5 meter. "Sebenarnya, postur tubuh paman maupun penjaga mbah Siti Fatimah seperti kebanyakan orang Indonesia. Tapi, makamnya dibuat panjang mungkin karena sebuah simbol, perjuangan untuk menyebarkan agama Islam masih sangat panjang," jelas Hisyam. Di Desa Leran, kata Hisyam, sebenarnya mereka hanya untuk berhenti sementara sebelum melanjutkan perjalanan. Karena itulah dinamakan Leran dari kata leren (Berhenti,Red). Bangunan dalam kompleks pemakaman Siti Fatimah binti Maimun adalah salah satu bangunan tertua di Gresik. Bangunan di dalam kompleks dibangun sekitar 1082 Masehi. Bangunan yang termasuk salah satu situs bersejarah itu, kali pertama direnovasi Balai Besar Trowulan, Mojokerto pada 1979-1982. Di kompleks makam Siti Fatimah ini sekarang memang tidak ditemukan prasasti. Karena semua prasasti telah disimpan di Museum Trowulan, Mojokerto dan Museum Sunan Giri. Selain, situs makam Siti Fatimah, ada bangunan lain yang menunjukkan bahwa Kabupaten Gresik, salah satu kota yang mempunyai peradaban panjang. Diantaranya, kompleks makam Nyai Ageng Pinatih di Kelurahan Kebungson, Kecamatan Gresik. Bangunan makamnya terletak sekitar 500 meter dari Pendapa kantor Bupati Gresik.[2]




[1] http://www.suaramedia.com/sejarah/sejarah-islam/28555-fatimah-binti-maimun-sang-mubaligh-pertama-di-tanah-jawa.html
[2][2] http://sejarahmakamsitifatimah.blogspot.com/

makalah metpen peradaban semester 5



PENDAHULUAN
Bali adalah nama salah satu provinsi di Indonesia dan juga merupakan nama pulau terbesar yang menjadi bagian dari provinsi tersebut. Selain terdiri dari Pulau Bali, wilayah Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau yang lebih kecil di sekitarnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan dan Pulau Serangan. Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Ibukota provinsinya ialah Denpasar yang terletak di bagian selatan pulau ini. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil seni-budayanya, Tradisi dan adat istidatnya. Bali juga dikenal dengan sebutan Pulau Dewata dan Pulau Seribu Pura.
Bali juga akan kaya dengan pemadangan yang eksotis dan bali juga terkenal dengan berbagai acara ritual, Tradisi yang kukiuh dipegang dan dijalankan oleh orang-orang atau penduduk asli bali, banya Tradisi yang dilakukan oleh orang bali seperti  Hari Raya Saraswati, Galungan dan Kuningan, Ngaben dan lain sebagainya. disini pemakalah akan sedikit menguraikan tradisi atau upacara Ngaben yang mana bisa dikatakan sebagai simbol peleburan lima unsur badan melalui pembakaran mayat dan penyatuan roh yang diantarkan oleh lembu dan mantra ke penciptanya  atau upacara kematian yang harus dilaukan oleh orang Bali yang sudah mampu dan berkecukupan.
          Dari sinilah pemakalah akan mengurai lebih panjang lagi yang diawali dengan membahas Tradisi dan adat istiadat lalu berlanjut pada inti pembahasan yaitu Ngaben








PEMBAHASAN
Dalam kamus besar bahasa indonesia Tradisi adalah segala sesuatu seperti adat, kepercayaan, kebiasaan dan ajaran yang turun temurun dari leluhur.
Tradisi disebut juga Urf yaitu segala sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia karena telah menjadi kebiasaan.[1] Tradisi kebiasaan yang diwariskan dari satu generasi kegenerasi berikutnya secara turun temurun dan kebiasaan yang diwariskan mencakup berbagai nilai budaya yang meliputi adat istiadat, sistem kemasyarakatan, sistem pengetahuan, sistem simbol, sitem kepercayaan dan nilai budaya yang menjadi pedoman bertingkah laku bagi warga msayarakat, itu semua adalah warisan yang telah mengalami proses penyerahan dari satu generasi kegenerasi berikutnya.[2]
A.    NGABEN
Ngaben dalam agama Hindu, adalah upacara pembakaran jenazah atau kremasi. Upacara pembakaran jenazah adalah salah satu upacara persembahan yang disebut yadnya. Ada lima yadnya, persembahan yang tergolong besar, yaitu dewa-yadnya, pitra-yadnya, resih yadnya, bhuta-yadya, dan manusa-yadnya.
Ngaben termasuk dalam kelompok persembahan pitra-yadnya, yaitu persembahan kepada mereka yang meninggal, dengan membakar jenazah itu bertujuan agar roh dan jasmani orang meninggal dapat segera kembali kemapa maha atman.[3]
Ngaben adalah suatu upacara pembakaran mayat yang dilakukan umat Hindu di Bali, upacara ini dilakukan untuk menyucian roh leluhur orang sudah wafat menuju ketempat peristirahatan terakhir dengan cara melakukan pembakaran jenazah.
Dalam diri manusia mempunyai beberapa unsur, dan semua ini digerakan oleh nyawa/roh yang diberikan Sang Pencipta. Saat manusia meninggal, yang ditinggalkan hanya jasad kasarnya saja, sedangkan roh masih ada dan terus kekal sampai akhir jaman. Di saat itu upacara Ngaben ini terjadi sebagai proses penyucian roh saat meninggalkan badan kasar.
Hari yang sesuai untuk acara ini selalu didiskusikan dengan orang yang paham. Pada hari ini, tubuh jenasah diletakkan di dalam peti-mati. Peti-mati ini diletakkan di dalam sarcophagus yang menyerupai Lembu atau dalam Wadah berbentuk vihara yang terbuat dari kayu dan kertas. Bentuk lembu atau vihara dibawa ke tempat kremasi melalui suatu prosesi. Prosesi ini tidak berjalan pada satu jalan lurus. Hal ini guna mengacaukan roh jahat dan menjauhkannya dari jenasah.
Puncak acara Ngaben adalah pembakaran keluruhan struktur (Lembu atau vihara yang terbuat dari kayu dan kertas), berserta dengan jenasah. Api dibutuhkan untuk membebaskan roh dari tubuh dan memudahkan reinkarnasi.
Ngaben tidak senantiasa dilakukan dengan segaera. Untuk anggota kasta yang tinggi, sangatlah wajar untuk melakukan ritual ini dalam waktu 3 hari. Tetapi untuk anggota kasta yang rendah, jenasah terlebih dahulu dikuburkan dan kemudian, biasanya dalam acara kelompok untuk suatu kampung, dikremasikan.
Kata Ngaben sendiri mempunyai pengertian bekal atau abu yang semua tujuannya mengarah tentang adanya pelepasan terakhir kehidupan manusia. Dalam ajaran Hindu Dewa Brahma mempunyai beberapa ujud selain sebagai Dewa Pencipta Dewa Brahma dipercaya juga mempunyai ujud sebagai Dewa Api. Jadi upacara Ngaben sendiri adalah proses penyucian roh dengan cara dibakar menggunakan api agar bisa dapat kembali ke sang pencipta, api penjelmaan dari Dewa Brahma bisa membakar semua kekotoran yang melekat pada jasad dan roh orang yang telah meningggal.
Upacara Ngaben ini dianggap sangat penting bagi umat Hindu di Bali, karena upacara Ngaben merupakan perujudan dari rasa hormat dan sayang dari orang yang ditinggalkan, juga menyangkut status sosial dari keluarga dan orang yang meninggal. Dengan Ngaben, keluarga yang ditinggalkan dapat membebaskan roh/arwah dari perbuatan perbuatan yang pernah dilakukan dunia dan menghantarkannya menuju surga abadi dan kembali berenkarnasi lagi dalam wujud yang berbeda.
Ngaben dilakukan dengan beberapa rangkaian upacara, terdiri dari berbagai rupa sesajen dengan tidak lupa dibubuhi simbol-simbol layaknya ritual lain yang sering dilakukan umat Hindu di Bali. Upacara Ngaben biasa nya dilalukan secara besar besaran, ini semua memerlukan waktu yang lama, tenaga yang banyak dan juga biaya yang tidak sedikit dan bisa mengakibatkan Ngaben sering dilakukan dalam waktu yang lama setelah kematian.
Pada masa sekarang ini masyarakat Hindu di Bali sering melakukan Ngaben secara massal / bersama, untuk meghemat biaya yang ada, dimana Jasad orang yang meninggal untuk sementara dikebumikan terlebih dahulu sampai biaya mencukupi baru di laksanakan, namun bagi orang dan keluarga yang mampu upacara ngaben dapat dilakukan secepatnya, untuk sementara waktu jasad disemayamkan di rumah, sambil menunggu waktu yang baik. Ada anggapan kurang baik bila penyimpanan jasad terlalu lama di rumah, karena roh orang yang meninggal tersebut menjadi bingung dan tidak tenang, dia merasa berada hidup diantara 2 alam dan selalu ingin cepat dibebaskan.
Pelaksanaan Ngaben itu sendiri harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan pendeta untuk menetapkankan kapan hari baik untuk dilakukannya upacara. Sambil menunggu hari baik yang akan ditetapkan, biasanya pihak keluarga dan dibantu masyarakat beramai ramai melakukan Persiapan tempat mayat ( bade/keranda ) dan replica berbentuk lembu yang terbuat dari bambu, kayu, kertas warna-warni, yang nantinya untuk tempat pembakaran mayat tersebut.
Dipagi harinyasaatupacara ini dilaksanakan, seluruh keluargadanmasyarakat akan berkumpul mempersiapkan upacara. Sebelum upacara dilaksanakan Jasad terlebih dahulu dibersihkan/dimandikan, Proses pelaksaaan pemandian di pimpin oleh seorang Pendeta atau orang dari golongan kasta Bramana.
Setelah proses pemandian selesai , mayat dirias dengan mengenakan pakaian baju adat Bali, lalu semua anggota keluarga berkumpul untuk memberikan penghormatan terakhir dan diiringi doa semoga arwah yang diupacarai memperoleh kedamaian dan berada di tempat yang lebih baik.
Mayat yang sudah dimandikan dan mengenakan pakaian tersebut diletakan di dalam“Bade/keranda” lalu di usung secara beramai-ramai, seluruh anggota keluarga dan masyarakat berbarisdidepan “Bade/keranda”. Selama dalam perjalanan menuju tempat upacara Ngabentersebut, bila terdapat persimpangan atau pertigaan, Bade/keranda akan diputar putar sebanyak tiga kali, ini dipercaya agar si arwah bingung dan tidak kembali lagi ,dalam pelepasan jenazah tidak ada isak tangis, tidak baik untuk jenazah tersebut, seakan tidak rela atas kepergiannya.Arak arakan yang menghantar kepergian jenazah diiringi bunyi gamelan,kidung suci.Pada sisi depan dan belakang Bade/keranda yang di usung terdapat kain putih yang mempunyai makna sebagai jembatan penghubung bagi sang arwah untuk dapat sampai ketempat asalnya.
Setelah sampai dilokasi kuburan atau tempat pembakaran yang sudah disiapkan, mayat di masukan/diletakan diatas/didalam “Replica berbentuk Lembu“ yang sudah disiapkan dengan terlebih dahulu pendeta atau seorang dari kasta Brahmana membacakan mantra dan doa, lalu upacara Ngaben dilaksanakan, kemudian “Lembu” dibakar sampai menjadi abu. Sisa abu dari pembakaran mayat tersebut dimasukan kedalam buah kelapa gading lalu kemudian di larungkan/dihayutkan ke laut atau sungai yang dianggap suci.
                                                                                                















KESIMPULAN
Dari pemamaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Ngaben adalah upacara pembakaran mayat di Bali yang saat disakralkan dan diagungkan, upacara ini adalah ungkapan rasa hormat yang ditujukan untuk orang yang sudah meninggal. Upacara ini selalu dilakukan secara besar besar dan meriah, tidak semua umat Hindu di Bali dapat melaksanakannya karena memerlukan biaya yang tidak sedikit. Semua yang berasal dari sang pencipta pada masanya akan kembali lagi dan semua itu harus diyakini dan ihklaskan. Manusia di lahirkan dan kemudian meninggal itu semua erat berhubungan dengan amal perbuatannya selama di dunia.






[1] Kholaf, Abdul Wahab, Ilmu Usul Fiqih. Bandung:Gema Riasalah Press, 1996. Hal 149.
[2] Ensiklopedi  Nasional Indonesia, PT Cipta Adi Pustaka. Jakarta, 1991. Hal 414.
[3] Ensiklopedi  Nasional Indonesia, jilid 6, PT Cipta Adi Pustaka. Jakarta, 1989. Hal 105.