PEMBAHASAN
A.
Makna
Tareka
Dalam kajian
tasawuf, ada dua model, pertama ialah: tasawuf
falsafi, dan yang kedua ialah tasawuf ‘amali. Tasawuf ‘amali inilah yang
disebut juga tarekat, yang sebenarnya adalah jalan. Yakni system latihan
meditasi ataupun amalan-amalan yang dihubungkan dengan sejumlah guru tarekat.
Tarekat juga berarti suatu organisasi yang berkembang seputar metode sufi yang
memiliki ciri-ciri khas. Tarekat biasa dikatakan dengan berusa mensucikan
batin, kekeluargaan tarekat, upacara keagamaan dan kesadaran social. Pensucian
batin adalah mensucikan jiwa dengan melatih rohani dengan hidup zuhud,
menghilangkan sifat-sifat buruk yang menyebabkan dosa, mengisi dengan
sifat-sifat terpuji, menjalani perintah agama, menjauhi larangan agama,
bertaubat atas dosa-dosa dengan intropeksi diri dan mawas diri terhadap amalan.
Tarekat (Bahasa Arab: طرق,
transliterasi: Tariqah) berarti "jalan" atau "metode", dan
mengacu pada aliran kegamaan tasawuf atau sufisme
dalam Islam. Ia secara konseptual terkait dengan ḥaqīqah atau
"kebenaran sejati", yaitu cita-cita ideal yang ingin dicapai oleh
para pelaku aliran tersebut. Seorang penuntut ilmu agama akan memulai pendekatannya
dengan mempelajari hukum Islam, yaitu praktik eksoteris atau duniawi Islam,
dan kemudian berlanjut pada jalan pendekatan mistis keagamaan yang berbentuk ṭarīqah.
Melalui praktik spiritual dan bimbingan seorang pemimpin tarekat, calon
penghayat tarekat akan berupaya untuk mencapai ḥaqīqah (hakikat, atau
kebenaran hakiki).[1]
B.
Asal-usul Gerakan Tarekat di Indonesia
Tarekat bermula dari Gujarat,India, ketika
para murid Indonesia di Aceh belajar tarekat disana. Hamzah al-fansuri dan
syamsudin al-sumatrani belajar dari Gujarat, juga Ar-Raniri. Mereka mengajarkan
tarekat di Indonesia. Dan mereka menjadi ulama terkemuka di Aceh pada abad 16
dan 17, Aceh yang terletak di paling ujung pulau Sumatra, merupakan wilayah
penghasil lading dari mereka, dan yang terpenting perdagangan Internasional,
menjadi salah satu kerajaan Islam yang sangat kuat pada rentang waktu tersebut.[2]
Dari sanalah tersebar luas ajaran tarekat di Nusantara, maka
berkembanglah beberapa gerakan-gerakan tarekat, Seperti: Tarekat Qodariyah,
Syadziliyah, dan Naqsyabandiyah.
C.
Gerakan Tarekat di Indonesia
1.
Gerakan Tarekat Qodariyah
Qodariyah adalah nama Tarekat yang diambil dari nama pendirinya, yaitu ‘Abd
al-Qadir Jilani, yang terkenal dengan sebutan Syaikh ‘Abd al-Qodir Jilani
al-hgaswsts atau quthb al-awaliya’. Tarekat ini menempati posisi paling penting
dalam sejarah spiritualitas Islam karena tidak saja sebagai pelapor lahirnya
organisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal munculnya pelapor lahirnya
organisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal munculnya berbagai cabang tarekat
di dunia Islam.
Syaikh ‘Abd
al-Qodir lahir di desa Naif kota Gilan tahun 470/1077, yaitu wilayah yang
terletak 150 km timur laut Bagdad. Ibunya seorang yang saleh bernama Fatimah
binti ‘Abdullah al-Shama’I al-Husayni, ketika melahirkannya ibunya berumur 60
tahun. Syaikh ‘Abd al-Qadar meninggal di Bagdad pada tahun 561/1166. Makamya sejak
dulu hingga sekarang tetap diziarahi khalayak ramai, dari segala penjuru dunia.
Nama lengkapnya
adalah Abu Muhammad ‘Abd al-Qodir Jilani ibn Abi Shalih ibn Musa ibn Janki
Dusat ibn Abi Abdillah ibn Yahya al-Zahid ibn Muhammad ibn Dawut ibn Musa ibn ‘Abd
Allah al-Mahdi ibn Hasan al-Musana ibn Hasan al-Sibthi ‘Ali ibn Abi Thalib dan
Fathimah al-Zahra al-Batul binti Rasulullah.[3]
Pada tahun 521 H/1127 M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua
madzhab pada masyarakat sampai dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Abdul
Qadir Jaelani menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir
Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam.
Selain itu dia memimpin madrasah dan ribath di Baggdad yang didirikan sejak 521
H sampai wafatnya di tahun 561 H. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin
anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam
(611 H/1214 M). Juga dipimpinan anak kedua Abdul Qadir Jaelani, Abdul Razaq
(528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya Bagdad pada tahun 656 H/1258 M.
Ada indikasi
bahwa tarekat Qodariyah bertahan di Aceh setelah Hamzah. Ketika Syaik Yusuf
Makassar singgih di Aceh dalam perjalananya dari Sulawesi ke Makkah, sekitar
tahun 1645, ia masuk tarekat Qodariah disana, lalu dikembangkan di Aceh setelah
kepulangannya dari Makkah.[4]
Tarekat
Qodiriyah ini dikenal luwes. Yaitu bila murid sudah mencapai derajat syeikh,
maka murid tidak mempunyai suatu keharusan untuk terus mengikuti tarekat
gurunya. Bahkan dia berhak melakukan modifikasi tarekat yang lain ke dalam
tarekatnya. Hal itu seperti tampak pada ungkapan Abdul Qadir Jaelani
sendiri,"Bahwa murid yang sudah mencapai derajat gurunya, maka dia jadi
mandiri sebagai syeikh dan Allah-lah yang menjadi walinya untuk seterusnya.
Untuk mencapai
kategori manusia tertinggi menurut ‘Abd Qodir-Jilani harus mengalami empat
tahap perkembangan sepiritual. Tahap pertama: orang yang menyakini Tuhan dengan
totalitas dan menjalankan ajaran agama yang baik, tanpa npertolongan siapapun.
Tahap kedua: ketika seseorang sudah mendekati kesucian hati maka bias
dijelaskan dalam dua hal yaitu orang yang berusaha memenuhikebutuhan dasarnya
tetapi menahan diri dari kehidupan yang hedonistic, dan orang mengikuti suari
hati yang selalu melintasi dirinya. Tahap ketiga: keadaan tawakal. Tahap
keempat: keadaan fana. Di Indonesia tarekat Qodariyah berkembang dengan baik,
bahkan bercabang, seperti Tarekat Qodariyah wa Naqsyahbandiyah yang dipelapori
oleh syaikh Sambas.
Ø Aspek Ajaran
Pada dasarnya
ajaran Syaikh ‘Abd al-Qadir Jilani tidak ada perbedaan yang mendasar dengan
ajaran pokok Islam, terutama golongan Ahlusunnah waljama’ah. Sebab syaikh ‘Abd
al-Qadir Jilani adalah sangat menghargai para pendiri madzab fiqih yang empat,
beliau sangat menekankan pada tauhid dan akhlak yang terpuji. Adapun spiritual
Syaikh ‘Abd al-Qadir berakar pada konsep tentang dan pengalamamnya akan Tuhan.
Baginya, Tuhan dan tauhid bukanlah suatu mitos teologis maupun abstrak logis,
melainkan sebuah pribadi yang kehadiranya merengkuh seluruh pengalaman etis,
intelektual, dan estetis seorang manusia. Ia selalu merasakan bahwa Tuhan
selalu hadir. Kesadaranya akan kehadiran Tuhan disegenap ufuk kehidupannya
merupakan tuntutan dan motif bagi bangunan hidup yang aktif sekaligus
memberikan nilai trasenden bagi kehidupan.
Ajaran Syaikh ‘Abd
al-Qadir selalu menekankan pada kesucian diri dari hawanafsu dunia. Karena itu
beliau memberikan beberapa petunjuk untuk mencapai kesucian diri yang
tertinggi. Adapun beberapa ajaran tersebut ialah Tubat, Zuhud, Syukur, Ridho
dan Jujur.[5]
Ø Proses penyebaran
Martin Van
Bruinessen mengatakan sekitar tahun 1300 Tarekat Qodariyah sudah mapan di Irak
dan Syiria, tetapi masih kecil dan belum disebarluaskan keluar wilayah ini.
Baru satu abad kemudia tarekat ini masuk anak benua India untuk pertama kalinya
lalu berkembang hingga ke daerah India. Di Indialah tarekat Qodariya berkembang
yaitu di Gujarat(India bagian Barat). Lalu tarekat Qodariyah menyebar ke
Indonesia yang dibawa oleh seorang penyair Hamzah Fansuri. Dan beliaupun
mengajarkan pertama kalinya di Aceh, disitulah tarekat Qodariyah berkembang,
dan dilanjutkan oleh syeikh ‘Abd Qodir Jilani.
2.
Gerakan
Tarekat Syadziliyah
Tarekat Syadziliyah tak dapat dilepaskan hubungannya dengan
pendirinya, yakni Abu al-Hasan al-Syadzili. Selanjutnya nama tarekat ini
dinisbahkan kepada namanya Syadzili yang mempunyai ciri khusus yang berbeda
dengan tarekat-tarekat yang lain.
Secara lengkap nama pendirinya adalah ‘Ali bin Abdullah bin ‘Abd
Al-Jabbar Abu al-Hasan al-Syadzili. Silsilah keturunannya mempunyai hubungan
dengan orang-orang garis keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib, dengan
demikian berarti juga keturunan Siti Fatimah, anak perempuan Nabi Muhammad SAW.
Al-Syadzili sendiri pernah menuliskan silsilah keturunanya sebagai berikut:
‘Ali bin ‘Abdullah bin ‘Abd. Jabbar bin Yusuf bin Ward bin Batthal bin Ahmad
bin Muhammad bin ‘Isa bin Muhammad bin Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib.
Pendidikanya dimulai dari kedua orang tuanya,
dan kemudian dilanjutkan ke pendidikan lebih lanjut, yang mana diantara guru
kerohanianya yaitu: ulama besar ‘Abd al-Salam Ibn Masyisy yang dikenal sebagai
Quthb dari Quthb para wali seperti halya Syaikh ‘Abd Qadir al-Jilani. Setelah al-Syadzaili belajar beberpa lamanya di Tunis, ia pergi ke
negara-negara Islam sebelah timur.
Al-Syadzili dipandang sebagai seorang wali yang keramat. Makamnya
banyak dikunjungi oleh orang-orang, selain itu Al-Syadzili juga berpendirian
bahwa ilmu agama itu sangat penting, dan perlu dimiliki untuk menjaga diri dari
kesesatan dan membantu mendekatkan diri kepada Allah. Beliau merupakan
pelindung dan penjelas yang gamblang atas pemikiran-pemikiran yang tak sengaja
dan bisa menggangu jiwa.
Sedangkan dalam fiqih Al-Syadzili mengikuti faham Maliki. Faham ini
sangat berdominan di daerah Magrib sepanyol, dinasti Murobhitun. Beliau
menganut faham ini dan mempratikkan secara kaku dan konservatif.
Ø
Aspek Ajaran
Tarekt
Syadziliyah adalah salah satu tarekat yang besar di samping Tarekat Qodariyah.
Trekat Syadziliyah adalah tarekat yang paling layak disejajaran dengan Tarekat
Qodariyah dalam hal penyebarannya. Ibn Athaillah mengemukakan bahwa Asyadzili
adalah orang yang ditetapkan oleh Allah SWT. Sebagai pewaris Nabi Muhammad SAW.
bahwasanya peranan Asyadzili melalui karmah-karamahnya yang selanjutnya akan
menunjukan posisi sebagai proses spiritual (quthb) alam semesta.
Aspek
mengajarnya dengan mengunakan metode Hizib. Hizib yang diajarkan pada Tarekat
Syadziliyah antara lain hizb al-asyfa’, hizb al-kafi, hizib al-bahar dan hizb
al-baladiyah, tarekat ini lah yang diajarkan kepada para murid-muridnya. Selain
itu tarekat asyadziliyah juga mengajarkan tentang Zuhud dan Syukur.
Ø
Proses Penyebaran
Berdasarkan
ajaran yang diturunkan al-Syadzili kepada murid-muridnya, kemudian terbentuklah
tarekat yang disahkan kepadanya, yaitu tarekat syadziliyah. Tarekat ini
berkembang pesat di Tunisia, Mesir, Aljazair, sudan, Suria, dan semenanjng Arab
juga di Indonesia khususnya di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Prosese
penyebaran tarekat ini memulai keberadaannya dibawah salah sat dinasti
Muwahidun, yakni Hafyyah dan Tunisia, lalu tarekat ini berkembang dan tumbuh
subur dimesir dan dibawa ke daerah-daerah lain oleh murid-murid asyadzili
hingga kepelosok Nusantara.[6]
3. Gerakan Tarekat Naqsyabandiyah
Pendiri
tarekat Naqsyabandiyah adalah seorang pemuka tasawuf terkenal yaitu Muhammad bin
Muhammad Baha’ al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandiyah (717H/1318M-791H/1389M),
dilahirkan disebuah Desa Qashrul Arifah, kurang lebih 4 mil dari bukhara tempat
lahir Imam Bukhari. Beliau berasal dari keluarga dan lingkungan yang baik, dan
beliau mendapat gelar syah yang menunjukkan posisinya yang penting
sebagai seorang pemimpin spiritual. Setelah beliau lahir langsung dibawa oleh
ayahnya kepada Baba al-Samasi yang menerimanya dengan gembira, dan dsitulah
beliau belajar ilmu Tasawuf kepada Baba al-samasi ketika berusia 18 tahun. Lalu
beliau belajar ilmu tarekat kepada seorang Quthb di Nasaf yaitu Amir sayyid
kulal al-Bukhari.
Ø Penyebaran Tarekat Naqsyabandiyah ke Seluruh Pelosok Nusantara
Tarekat
Naqsyabandiyah yang menyebar di nusantara berasal dari pusatnya di Makkah, yang
dibawa oleh para pelajar di Indonesia yang belajar di sana dan oleh para jemaah
haji Indonesia. Mereka ini kemudian memperluas dan menyebarkan tarekat ini
keseluruh pelosok nusantara.
Muhammad Yusuf
adalah seorang dari kepulauan Riau yang pertama naik haji ke Makkah. Beliau
telah dibaiat masuk kedalam tarekat Naqsyabandiyah oleh Syaikh Muhammad Shalih
al-Zawawi. Tarekat Naqsyabandiyah banyak menyebar ke daerah Pontianak,
minangkabau , Sulawesi, Sumatra, Jawa Tengah, dan Madura.
Ø Aspek Ajaran
Tarekat Naqsyabandiyah
seperti tarekat yang lainnya mempunyai beberapa tata cara peribadatan, teknik
spiritual, dan ritual tersendiri.sebagai tarekat yang terorganisir,
Naqsyabandiyah mempunyai sejarah dalam rentangan masa hamper enam abad.[7]
Adapun ajaran dasar
tarekat Naqsyabandiyah menurut Naj muddin Amin Al-Kurdi sebagai berikut:
1.
Husy
dar dam: sadar sewaktu bernafas
2.
Nazar
bar qadam: menjaga langkah
3.
Safar
dan Watan: melakukan perjalanannya di tanah kelahirannya, maksudnya melakukan perjalanan
batin dengan meninggalkan segala bentuk ketidaksempurnaannya sebagai manusia
menuju kesadaran akan hakikat sebagai mahluk yang mulia.
4.
Khalawar
dar anjuman: berkhalwat itu ada dua:
a)
Khalwat
Lahir yakni orang yang bersuluk mengasingkan diri kesebuah tempat tersisih dari
masyarakat ramai
b)
Khalawat
Batin: sesudah mata hati menyaksikan rahasia kebesaran Allah dalam
pergaulan sesama makhluk.
5.
Ya
dakrad: ingat atau menyebut maksudnya berzikir terus mengingat Allah.[8]
Selain ajaran
diatas Tarekat Naqsyabandiyah juga mengunakan ajaran Zikir. Zikir adalah
berulang-ulang menyebut nama Allah atau menyatakan kalimah Lailaha illa
Allah, dengan tujuan untuk mencapai kesadaran akan Allah yang lebih
langsung dan permanen. Bagi penganut tarikat Naqsyabandiyah zikir ini dilakukan
terutama dzikr khafi (diam, bersembunyi).
Tarikat
Naqsyabandiyah mempunyai dua macam zikir yaitu
1)Zikir Ism al-dzat: mengingat nama yang Hakiki dengan mengucap nama
Allah berulang-ulang dalam hati.
2)Zikir tauhid: membaca zikir dengan perlahan-lahan diiringi dengan
pengaturan nafas, dengan menyebut kalimat La ilaha illah Allah.[9]
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat
[2]
Martin Van Bruinessen. Kitab Kuning. Cet III. Bandung: Mizan. 1999. Hal 190.
[3]
Sri Mulyati. Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia. Jakarta: kencana. 2006.
Hal 27-28.
[4]
Martin Van Bruinessen. Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat. Bandung: Mizan.
1999. Hal 207.
[5]
Sri Mulyati. Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia. Jakarta: kencana. 2006.
Hal 30-36.
[6] Ibid hal.57-76.
[7]
Ibid hal.97-102.
[8]
Fuad Said. Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah. Jakarta: Pustaka Alhusna. 1994.
Hal.47-48.
[9]
Ibid hal. 106.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar