salam


Jumat, 14 Januari 2011

tradisi petik laut

TRADISI UPACARA PETIK LAUT DI BANYUWANGI
Petik laut adalah sebuah ungkapan rasa syukur masyarakat nelayan atas rejeki dan keselamatan yang diberikan oleh Tuhan melalui alam, khususnya laut. Seperti yang diterangkan dalam Al-Quran:
Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhan-mu memaklumkan sesungguhnya jika kamu bersyukur,pasti kami akan menambah (nikmat) kepada mu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-ku), maka azab ku sangat pedih. (Q. S Ibrahim ayat 7) ’’

Dan dalam tiap bulan muharam atau syuro dalam penanggalan jawa, bukan hanya petani, nelayan pun ikut menggelar ritual tersebut. Waktu pelaksanaan petik laut tiap tahun bisa berubah karena berdasarkan kesepakatan pihak nelayan. Biasanya digelar saat bulan purnama, tepat pada penanggalan jawa yaitu pada tanggal 15, karena pada waktu itu nelayan tidak melaut, mengingat pada saat itu terjadi air laut pasang. Di muncar sekitar 30 km meter lebih dari kota Banyuwangi, ritual ini berkembang setelah kehadiran orang Madura ke Banyuwangi, dan mereka terkanal sebagai pelaut. Hingga sekarang ini kota muncar kebanyakan dari suku Madura, ada juga suku Jawa tetapi mayoritas dimuncar lebih banyak Maduranya. Dan pada saat itu orang Madura mengadakan (Ritual Petik Laut)
Ritual ini diawali pembuatan sesaji oleh para nelayan yang mempunyai kapal besar (Juragan Kapal). Dan mereka adalah keturunan warga madura yang sudah ratusan tahun turun-temurun mendiami pelabuhan Muncar. Di situ disiapkan beberapa perahu kecil (Perahu Sesaji) dibuat sebagus mungkin demi ke lengkapan Acara Petik Laut, pada malam harinya, di dalam perahu sudah disediakan sesaji dan dilakukan pembacaan do’a bersama. Di beberapa rumah juragan kapal pun diadakan pengajian atau yasinan, untuk memperlancar perjalanan dan kelancaran acara petik laut, tanpa ada suatu halangan apapun, pengajian ini dilaksanakan sebelum diberangkatkan dan dihanyutkannya sesaji ke laut.
Sebelum berangkat ke pelabuhan, kepala daerah diwajibkan untuk memesang pancing emas di lidah kambing atau sapi. Ini sebagai simbol permohonan nelayan agar diberi hasil ikan yang banyak. Menjelang keberangkatan, perahu bergerak perlahan-lahan ke laut dan diiringi dengan solawatan bersama-sama. Barisan perahu besar pun bergerak panjang menuju ke Semenanjung Sembulungan. Kawasan ini sering disebut pelawang. Seluruh perahu berhenti sejanak, di dampingi beberapa juragan kapal yang melakukan ritual tersebut, dan sesaji pun di turunkan pelan-pelan dari perahu dan di iringin dengan Do’a-do’a yang dibacakan oleh para sesepuh disana. Dari plawangan perahu bergerak menuju sembulungan. Di tempat ini, nelayan kembali menghanyutka sesaji yang kedua kalinya
Menurut Ilvan Tufiq salah satu warga disitu, mengatakan, bahwa petik laut selain menjadi ajang ritual juga menjadi sebagai objek wisata dan menjadi salah satu aspek budaya Banyuwangi, dan sebagai Wahana yang patut diacungi jempol. Banyak yang berkunjung ke muncar untuk menyasikkan Ritual Petik Laut, bahkan tidak hanya warga Banyuwangi, tetapi juga masyarakat luar Daerah. Jadi kalo saja Petik Laut tidak diadakan akan merasa tidak afdol.
Dan Ivan mengatakan jika Petik Laut tidak diselanggarakan akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Biasanya terjadi keributan antara warga setempat, karna mereka mempercayai bahwa ritual itu harus tetap dilaksanakan supaya tidak ada sesuatu yang melanda daerah muncar dan sekitarnya, jika tidak diselenggarakan bisa terancamnya bahaya yang akan terjadi. Maka dari itu ritual ini sangat penting bagi warga Banyuwangi, khususnya Daerah Muncar. Ada juga warga yang tidak percaya dan melarang ritual ini untuk di jalankan, karena ini sebagai wujud Syirik. Dan biasanya warga yang melarangan ritual ini bukan warga daerah muncar, banyak sekali perdebatan dan perbedaan pendapat antara warga satu dengan warga yang lailnya. Pernah sekali acara ritual ini tidak di selenggarakan, akibatnya tidak ada ikan sama sekali, dan air laut pasang hingga kekampung warga. Orang sana mengambarkan bahwa dewi laut marah terhadap warga Muncar karena tidak menjalankan Ritual itu, setelah itu warga Muncar mengadakan kembali Ritual Petik Laut. Sebagai Tradisi atau Adat Istiadat, yang harus di selenggarakan. Ritual ini adalah kepercayaan yang tidak bisa ditinggalkan oleh warga Muncar.
Rangkaian kegiatan ini juga disertai Pesta Rakyat dengan pasar malam dan aneka hiburan seperti gandrung, kroncong dan lain-lain. Di puncak acara petik laut terjadi pada bulan purnama tepat pada tanggal 15 dipenanggalan jawa, puncak itu ditandai dengan Upacara “Mempersembahkan Sesaji” yang dimasukan dalam sebuah Perahu Kecil (sebuah kapal yang diisi dengan aneka sesaji mulai dari Buah, Sayur, Ikan, Ayam, Uang, Perhiasan dan Kepala Sapi). Sebagai proses awal, perahu kecil di arak dari halaman rumah pak luruh dengan diiringi oleh sekelompok Drambend, hingga sampai pada sebuah lokasi tempat upacara. Puncak acara biasanya juga dihadiri oleh Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati, Lurah, dan Kepala Desa. Acara ini diakhiri dengan datangnya rombongan ke suatu pulau yang masih jarang sekali dikunjungi oleh orang-orang dan dijadikan sebagai Pulau Keramat, dan biasanya mereka ber do’a di tempat itu untuk memohon keselamatan.
Tempat ini juga dipakai sebagai persinggahan akhir rangkaian upacara Petik Laut, yang dibawakan oleh enam penari gandrung. Dan dari enam penari gandrung yang terpilih menjadi Ratu dua diantaranya masih perawan atau gadis, dan mereka menari di pulau ini di depan sebuah makam yang dipercayai sebagai makam Keramat penari gandrung di wilayah Muncar yang patut dihormati. Dan di pulau ini para nelayan juga melepas sesaji.
Selesai melepas sesaji, langsung Ke Makam Sayid Yusuf, beliau adalah orang pertama yang membuka daerah tersebut. Di sinilah biasanya tari gandrung di pentaskan hingga sore hari. Di tempat ini para nelayan juga memepersembahkan sesaji dan diakhiri dengan do’a.
Upacara petik laut dimeriahkan dengan kesenian tradisional Banyuwangi lalu diakhiri dengan melepas sesaji berupa hasil pertanian dan laut yang diletakan dalam sebuah perahu kecil ketengah laut. Dan sepulang dari Makam itu, perahu nelayan yang akan mendarat diguyur dengan air laut yang dikatakan sebagai guyuran Shang Hyang Iwak atau Dewi Laut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar